"Kaum Ahlus Sunnah menisbahkan kepada Allah SWT, apa yang tidak pantas dengan kebesaranNya" kata al-Alawi.
"Seperti Apakah itu?" tanya al-Abbasi.
"Seperti mereka mengatakan bahwa Allah SWT berjisim. Dia seperti manusia, bisa tertawa, menangis, bertangan, berkaki, bermata, beraurat, memasukkan kakiNya kedalam neraka di hari kiamat kelak, turun dari langit yang tinggi ke langit dunia dengan mengendarai keledaiNya" kata al-Alawi.
"Apa yang dapat mencegahnya dari berbuat demikian”? Tanya al-Abbasi.
"Bagi kami hadits seperti itu adalah batil, dusta, dan diada-adakan. Sebab, Abu Hurairah telah berdusta atas nama Rasulullah Saw hingga Umar pun mencegah Abu Hurairah dari mengutip hadits" kata al-Alawi.
"Benarkah Umar mencegah Abu Hurairah dari mengutip hadits?" tanya raja kepada wazir.
"Benar. Umar mencegahnya, sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab sejarah" jawab wazir.
"Sebagian dari khurafat-khurafat dan kebatilan-kebatilan kalian Ahlus Sunnah adalah bahwa kalian berkata, "Sesungguhnya Allah SWT memaksa hamba-hambaNya untuk melakukan perbuatan-perbuatan durhaka dan haram, lalu, Allah SWT menyiksa mereka karenanya" kata al-Alawi.
"Ini benar, Karena firman Allah "Dan barang siapa yang disesatkan Allah …" dan firmanNya yang lain, "Allah mengunci mati hati mereka …" kata al-Abbasi.
"Ucapan anda terdapat dalam al-Qur'an, namun dalam al-Qur'an terdapat sindiran-sindiran dan kiasan-kiasan yang orang harus kembali kepadanya. Yang dimaksud dengan disesatkan Allah SW pada ayat itu adalah bahwa Allah SW meninggalkan dan membiarkan orang yang celaka hingga ia sesat. Yang demikian ini adalah seperti kita berkata "Pemerintah telah menyengsarakan rakyat" artinya pemerintah meninggalkan urusan mereka dan tidak memperhatikannya. Ini yang Pertama. Yang kedua, Tidakkah anda mendengar firman Allah SWT "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji" dan firmanNya yang lain "Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, namun ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur." "Dan Kami telah menunjukinya kepada dua jalan."
Ketiga, secara akal tidak mungkin Allah SWT menyuruh hambaNya berbuat durhaka kemudian Ia menyiksanya. Perbuatan seperti itu tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang normal, apalagi jika dilakukan oleh Allah Yang Maha Adil dan Maha Suci. Maha Tinggi Allah dari apa yang dikatakan orang-orang zalim itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya" ujar al-Alawi.
"Tidak, tidak mungkin Allah SWT memaksa manusia berbuat durhaka kemudian menyiksanya. Itu suatu kezaliman yang nyata. Allah SWT disucikan dari kezaliman. Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali menganiaya hamba-hambaNya.
Kami tidak menyangka kaum Ahlus Sunnah dapat menerima ucapan al-Abbasi" kata raja.
Raja bertanya kepada wazir, "Apakah kaum Ahlus Sunnah menerima hal demikian?"
"Benar, seperti itulah yang terkenal di kalangan mereka" jawab wazir.
"Mengapa mereka mengatakan apa yang bertentangan dengan akal?" tanya raja.
"Dalam hal ini, mereka mempunyai penakwilan dan alasan-alasan tersendiri" jawab wazir.
"Apapun penakwilan dan alasannya tapi tidak bisa diterima akal, kecuali pendapat Sayyid al-Alawi yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak memaksa seorangpun agar ia berada di atas kekafiran dan kedurhakaan" kata raja.
"Kemudian kaum Ahlus Sunnah berkata bahwa Rasulullah Saw ragu terhadap kenabiannya" kata al-Alawi.
"Itu suatu kebohongan yang nyata" kata al-Abbasi.
"Bukankah kalian dapat membaca dalam kitab-kitab kalian bahwa Rasulullah Saw bersabda "Tidak sekali saja Jibril terlambat datang kepadaku, melainkan aku menyangka ia datang kepada Ibnu Khattab" padahal kita memahami dalam al-Qur'an banyak ayat yang menunjukkan bahwa Allah SWT telah mengambil perjanjian dari Nabi Muhammad Saw atas kenabiannya?" tanya al-Alawi.
"Benarkah apa yang dikatakan al-Alawi bahwa hadits itu ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah?" tanya raja kepada wazir.
"Benar. Hadits itu terdapat dalam kitab-kitab mereka" jawab wazir. 7)
"Ini adalah kekafiran yang nyata." Kata raja.
"Kemudian kaum Ahlus Sunnah mengutip dalam kitab-kitab mereka bahwa Rasulullah Saw mendukung Aisyah diatas kedua bahunya untuk menonton orang-orang yang sedang memainkan genderang dan serulingnya. Apakah hal itu pantas dengan kedudukan Rasulullah Saw sebagai seorang Nabi?" tanya al-Alawi.
"Sesungguhnya hal itu tidak membawa mudharat bagi beliau" jawab al-Abbasi.
"Apakah anda juga melakukan hal itu? sebagai manusia biasa apakah anda juga mendukung istri anda diatas bahu untuk menonton orang-orang yang sedang memainkan genderangnya?" tanya al-Alawi.
"Sesungguhnya orang yang mempunyai sedikit rasa malu, tentu tidak akan berbuat demikian. Apalagi dengan Rasulullah Saw, padahal beliau adalah suri teladannya rasa malu dan iman. Benarkah riwayat itu tercantum dalam buku-buku Ahlus Sunnah?" tanya raja.
"Benar, riwayat itu terdapat dalam kitab mereka" jawab wazir.
"Mengapa kita beriman kepada Nabi yang meragukan kenabiannya?" tanya raja.
"Riwayat itu harus ditakwil" kata al-Abbasi.
"Pantaskah riwayat itu ditakwilkan? Tahukah anda hai raja bahwa kaum Ahlus Sunnah percaya kepada khurafat-khurafat, kebatilan-kebatilan, dan lelucon-lelucon ini?" tanya al-Alawi.
"Kebatilan-kebatilan dan khurafat-khurafat apa saja yang anda maksudkan?" tanya al-Abbasi dengan nada tinggi.
"Sesungguhnya kami telah menerangkan bahwa kalian berkata :
1. Allah SWT seperti manusia, bertangan, berkaki, menangis, tertawa
2. Allah SWT menzalimi hambanya
3. Rasulullah Saw ragu atas kenabiannya,
4. Rasulullah Saw melakukan apa yang tidak dilakukan meski oleh orang-orang biasa, yaitu mendukung Aisyah diatas bahunya untuk menonton permainan genderang.
5. Orang-orang yang memimpin pemerintahan sebelum Ali bin Abi Thalib bersandar kepada pedang dan kekuatan dalam rangka menguatkan kedudukan mereka dan tidak ada syari’at bagi mereka.
"Tinggalkanlah pembicaraan masalah ini, beralihlah kepada masalah yang lain" kata raja memerintahkan.
__________________
7) Disebutkan oleh Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghah dan lain-lainnya.